
Nusantara Today (0)
Children categories
Soal OTT Sanur Polda Bali Sepakat Tak Masuk Ranah Adat (0)

SANUR(KORANRAKYATCOM) - Polda Bali sepakat tidak akan masuk ke ranah adat, jika sudah ada awig-awig, perarem, dan keputusan desa pakraman. Untuk itu, akan dilakukan pertemuan lanjutan terkait dua kasus OTT (operasi tangkap tangan) di Pantai Matahari Terbit, Sanur, Denpasar dan Pura Tirta Empul, Tampaksiring, Gianyar dengan melibatkan Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP).
Kesepakatan itu diambil dalam rapat yang digelar di DPRD Bali, Selasa (13/11). Rapatdipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Bali IGB Alit Putra. Hadir juga Wakil Ketua Nyoman Suyasa, beserta jajaran DPRD Bali lainnya. Rapat ini mengundang Kapolda yang diwakili oleh Direskrimum Polda Bali Kombes Pol. Andi Farhan, bersama jajarannya. Kemudian para pejabat Pemprov Bali seperti Kepala Inspektorat Pemprov Bali Wayan Sugiada, Karo Hukum Agung Kartika, Bendesa Agung MUDP Jro Gede Suwena Putus Upadesa, jajaran Majelis Madya Desa Pakraman, dan tokoh masyarakat Bali.
Dalam pertemuan ini Wakil Ketua DPRD Bali IGB Alit Putra menyimpulkan bahwa polisi tidak akan masuk ke ranah adat, sepanjang menjalankan awig - awig, perarem, maupun keputusan Desa Adat. Jika menyimpang dari awig dan perarem bisa dikenakan pidana.
“Polisi tidak akan masuk ke ranah adat, jika sudah ada awig – awig, perarem dan keputusan Desa Pakraman. Namun jika ada kriminal, narkoba lainnya tetap ditindak,” jelas Alit Putra.
Politisi Demokrat, ini mengatakan bahwa, lebih khusus lagi Polisi dengan Tim Saber Pungli (Sapu Bersih Pungutan Liar) tidak akan menyentuh pungutan – pungutan di Desa Pakraman yang sudah masuk awig – awig atau sudah menjadi keputusan Desa Pakraman. “Dengan catatan Desa Pakraman juga melakukan penataan internal, perbaikan – perbaikan secara internal. Polda Bali sudah menegaskan, akan mengembalikan masalah apa pun yang ditangani Polisi, jika sudah ranah adat akan diserahkan ke Desa Pakraman,” tegasnya.
Terkait dengan kasus Tirta Empul, Alit Putra menyetop Bendesa Adat Manukaya Let I Made Mawi untuk berbicara, karena dari pihak Polda akan membahas khusus masalah ini, antara polisi, jajaran Desa Manukaya Let dan MUDP untuk mencari jalan keluar.
“Nanti secara internal saja dibahas. Karena ini sudah kasus, jika dibuka nanti melebar ke mana - mana di dalam pertemuan tadi. Makanya kami stop dan nanti dituntaskan dengan MUDP, Polisi dan Desa setempat. Kalau memang ada kriminal silakan proses, kalau tidak agar dicarikan jalan keluar,” kata Alit Putra usai acara.
Sebelumnya pertemuan memang sedikit panas. Bahkan Bendesa Manukaya Let Made Mawi sempat intrupsi ingin bicara, dia mengacungkan tangan. “Maaf saya ingin menjelaskan masalah kami di Tirta Empul. Saya adalah calon tersangka,” ujarnya.
Saat itu langsung Alit Putra menyetop, dan meminta agar nanti masalah ini dituntaskan antara MUDP, Polisi dan Desa Manukaya Let. “Nanti bersama kami, khusus membahas di Tirta Empul,” sahut Bendesa Agung Jro Gde Suwena.
Namun sayangnya usai acara Mawi tetap tidak mau memberikan penjelasan ke awak media. Dia mengelak dan akhirnya meninggalkan ruang pertemuan.
Sebelum juga sempat panas, ketika Bendesa Adat Liligundi, Karangasem Alit Suardana bicara lantang dan keras. Dia mengatakan, negara telah melakukan kesewenang-wenangan terhadap desa adat di Bali. Kesatuan hukum adat dalam provinsi ada diatur dalam undang undang. “Untuk itu kita samakan persepsi guna mencari solusi,” ujarnya.
“Dalam satu tahun dalam Panca Yadnya rata-rata satu desa adat menghabiskan uang satu miliar rupiah,” tegasnya.
Banyak hal diluas dengan suara yang tinggi. Akhirnya pihak Polda Bali Andi Farhan angkat bicara. “Maaf ya, saya datang baik – baik. Tolong jangan bapak marah – marah, santai – santai,” sela Andi Farhan.
Namun terus juga dengan nada tinggi, akhirnya diingatkan lagi. Sampai – sampai Andi Farhan mengatakan, jika terus keras seperti ini terus, pihaknya akan meninggalkan acara. “Kalau terus seperti ini, kami seolah – olah diadili. Kami akan meninggalkan acara ini,” cetusnya.
Akhirnya diluruskan oleh Alit Suardana bahwa memang karakter suaranya keras. Dirinya tidak ada emosi. Bahkan Bendesa Agung Jro Suwena juga mengatakan hal sama bahwa orang Karangasem memang suaranya keras. Situasi akhirnya mereda.
Namun beberapa masukan – masukan sudah banyak terkait dengan langkah kepolisian. Misalnya dari Prof P Windia, kemudian dari Majelis Madya Desa Pakraman Wena dan lainnya. Termasuk lebih awal Jro Gede Suwena juga sudah memberikan penjelasan.
“Sebenarnya permasalahan ini sudah ada setahun yang lalu, akan tetapi tidak ada penyelesaian hingga akhirnya di ujung tahun ini terjadi permasalahan yang sama,” jelas Jro Gede Suwena.
“Sampai saat ini belum ada persamaan persepsi antara penegak hukum dengan Desa adat. Kami sepakat melaksanakan aturan-aturan dalam pungutan di desa adat,” sambungnya.
Dia mengatakan Saber pungli membuat masyarakat adat Bali menjadi resah. Surat Keputusan bendesa merupakan turunan dari perarem, Bendesa tidak pernah memutuskan akan tetapi merupakan keputusan desa adat atau Desa Pakraman. Kami malu kalau desa Pekraman kami diobok-obok. Harga diri kami tidak ada. Dalam penegakan hukum harusnya ada pendekatan dulu, pembinaan dulu,” harapnya.
“Jika ada pelanggaran di desa adat, Bendesa yang pertama kali menyidangkan. Jangan sampai Bali yang sudah damai ini menimbulkan masalah baru,” harapnya.
Setelah banyak masukan, akhirnya pihak Polda Bali Andi Farhan siap menjalin komunikasi lebih lanjut dengan Desa Pakraman.
“Jika memang murni masalah adat, kami akan serahkan ke adat. Bahkan terkait – kasus – kasus yang terjadi belakangan ini, kalau murni itu adat kami akan serahkan,” jelasnya.
Selain itu, juga Polda Bali meminta ketika memerlukan penjelasan saksi ahli dari adat, agar ada pihak yang bisa secara jelas memberikan keterangan. Agar tidak nanti ada beda pandangan di internal MUDP. Sehingga dalam pertemuan itu juga disepakati, terkait dengan penjelasan saksi ahli terkait adat nantinya Polisi bersurat ke MUDP dan MUDP yang menunjuk saksi ahli. (ku)










