JAKARTA,,KORANRAKYAT.COM, 22Oktober 2025, Mantan Presiden Soeharto masuk daftar 40 nama tokoh yang diusulkan sebagai calon pahlawan nasional."Kementerian Sosial telah menyerahkan 40 nama tokoh yang diusulkan sebagai calon pahlawan nasional kepada Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Fadli Zon," kata anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo saat mengikuti acara ziarah bersama Putri tertua Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana dan Yayasan Harapan Kita ke makam mantan Presiden Soeharto di Astana Giribangun Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu (22/10/25).
Bamsoet menegaskan sejak penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dicabut dari dalam TAP Nomor XI/MPR/1998 pada Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan MPR 2019-2024 di Gedung Parlemen, tanggal 25 September 2024, maka secara politik sudah tidak ada lagi halangan bagi negara untuk menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Presiden RI ke-2, Soeharto.
Bamsoet mendukung penuh agar pemerintah pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2025 mendatang menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto.
"Nama mantan Presiden Soeharto termasuk di dalam daftar tersebut. Selanjutnya, Dewan Gelar akan melakukan kajian mendalam sebelum diserahkan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk diputuskan," terang Bamsoet panggilan akrabnya.
"Masuknya nama mantan Presiden Soeharto dalam daftar calon pahlawan nasional sudah melalui kajian dari Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP). Proses tersebut tidak sekadar menimbang jasa masa lalu mantan Presiden Soeharto, tetapi juga meneguhkan rasa kebangsaan dan penghormatan terhadap sejarah perjuangan pembangunan," ujar Bamsoet yang juga mantan Ketua MPR.
Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 ini menjelaskan, keputusan MPR mencabut nama Soeharto dalam TAP Nomor XI/MPR/1998 menjadi titik balik dalam upaya rekonsiliasi sejarah nasional. Soeharto bukan sekadar mantan presiden yang memimpin selama lebih dari tiga dekade, tetapi juga figur yang menegakkan stabilitas politik dan keamanan di tengah gejolak pasca-Orde Lama serta meletakkan dasar pembangunan jangka panjang yang hasilnya masih dirasakan hingga kini.
“Dalam masa kepemimpinan Presiden Soeharto, Indonesia berhasil mencapai swasembada pangan, membangun infrastruktur pendidikan dan kesehatan, serta melahirkan sistem perencanaan pembangunan nasional yang terukur lewat Repelita. Kita juga menyaksikan kemajuan pesat di bidang industri dasar, pertambangan, hingga energi. Semua itu adalah capaian monumental yang patut dikenang sebagai bagian dari sejarah kebangkitan bangsa,” kata Bamsoet.
Ia menyoroti bagaimana warisan kebijakan ekonomi Orde Baru menjadi fondasi bagi kemajuan saat ini. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada puncak masa kepemimpinan Soeharto, pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata mencapai di atas 7 persen per tahun. Angka kemiskinan menurun dari 40 persen pada awal 1970-an menjadi di bawah 12 persen menjelang akhir 1990-an.
“Fakta sejarah tidak bisa dihapus begitu saja. Di masa Presiden Soeharto, rakyat Indonesia merasakan kemajuan yang nyata di berbagai bidang. Penghargaan ini menjadi wujud rasa terima kasih negara kepada pemimpin yang telah menegakkan sendi-sendi pembangunan nasional. Bangsa besar adalah bangsa yang mampu menghargai sejarahnya secara utuh,” pungkas Bamsoet. (aj)